Kaum muslimin sepakat bahwa istiqomah sangat penting bagi keberhasilan sebuah perjuangan. Tanpa sikap istiqomah, semua cita-cita hanya akan menjadi mimpi kosong yang tidak akan mungkin terealisir. Bukan hanya itu saja. Sebuah karya perjuangan yang besar dan hebat dapat hancur karena tidak adanya sikap istiqomah di dalam perjuangan. Atau bisa jadi, sebuah perjuangan yang tulus dan cinta kepada kebenaran akan menjadi perjuangan untuk menegakkan kezaliman ketika sikap istiqomah hilang dari para pejuang kebenaran dan keadilan.
Yang
menjadi masalah berikutnya adalah bagaimana menumbuhkan sikap
istiqomah didalam perjuangan. Khususnya dalam konteks perjuangan
Wahidiyah. Ada beberapa hal penting agar semangat perjuangan dapat
selalu hidup dalam hati para pejuang Wahidiyah.
Pertama,
membangun kesadaran bahwa perjuangan Wahidiyah pada dasarnya adalah
perjuangan Islam dan bahkan perjuangan Rasulullah SAW. Dengan demikian,
para pejuang harus sadar bahwa keterlibatan seseorang dalam
perjuangan Wahidiyah akan dibalas oleh Allah dengan banyak anugerah,
baik di dunia maupun di akhirat. Perjuangan Wahidiyah menjadikan
seseorang mudah mendapatkan pertolongan Allah SWT. Hal ini sebagaimana
firman Allah dalam Al Qur’an:
- ”Wahai
orang-orang yang beriman, jika kalian menolong agama Allah, maka
Allah pasti akan menolong kalian dan akan mengokohkan kedudukan
kalian.” (QS. Muhammad: 7).
Dengan
kesadaran seperti ini, seseorang akan melihat bahwa keterlibatan
dalam perjuangan Wahidiyah bukan merupakan beban kehidupanya.
Sebaliknya, keterlibatan seseorang di dalam perjuangan merupakan salah
satu cara untuk meraih pertolongan Allah SWT.
Perjuangan Wahidiyah juga menjadikan seseorang mendapatkan kemuliaan dunia akhirat. Hal ini sebagaimana firman Allah:
- ”Kalian
adalah sebaik-baik ummat yang diturunkan atas manusia, mengajak
manusia melakukan kebaikan dan mencegah manusia dari kemunkaran serta
beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imraan: 110).
Dari
ayat diatas, seharusnya para pejuang Wahidiyah memiliki keyakinan
yang kuat bahwa keaktifan dalam perjuangan Wahidiyah merupakan sarana
untuk mendapatkan prestise (kehormatan) sempurna, baik dalam
pandangan Allah maupun dalam pandangan manusia. Para pejuang Wahidiyah
mestinya juga harus yakin behwa mereka tidak akan menjadi hina jika
benar-benar tulus dalam berjuang mengikuti Hadratul Mukarrom Romo KH.
Abdul Latif Madjid RA, Pengasuh Perjuangan Wahidiyah dan Pondok
Pesantren Kedunglo.
Salah
satu cara untuk memperkuat keyakinan di atas adalah dengan melihat
kenyataan di lapangan. Di sana banyak kader-kader perjuangan yang oleh
Allah diberikan kemudahan dalam urusan hidupnya. Mereka diberi rumah
tangga yang sakinah, anak yang shaleh dan shalehah serta kecukupan
rezeki. Sementara disisi lain, banyak masyarakat yang tidak peduli
dengan perjuangan, hidupnya penuh dengan berbagai permasalahan yang
tidak kunjung selesai. Sebagaian mereka bermasalah dengan keluarganya,
sebagaian yang lain bermasalah dengan anak-anaknya. Dari sikap diatas,
Insya Allah akan tumbuh semangat baru untuk terlibat lebih aktif
dalam perjuangan Wahidiyah.
Kedua,
membangun kesadaran bahwa andaikan seseorang meninggalkan gelanggang
perjuangan Wahidiyah, dan kemudian dia berdiam diri tanpa berbuat
sesuatu untuk perbaikan ummat, maka keadaan akan lebih buruk lagi. Baik
untuk dirinya sendiri maupun untuk ummat secara keseluruhan. Bencana
demi bencana serta kesulitan demi kesulitan silih berganti akan menimpa
dirinya.
Ketika
seseorang meninggalkan gelanggang perjuangan, bararti ia telah
meninggalkan barisan menyeru kebaikan dan pencegah kemunkaran (amar
ma’ruf nahi munkar). Padahal ancaman Allah SWT terhadap mereka yang
meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar sangatlah serius. Pada
tataran pribadi, ia akan mendapatkan laknat Allah SWT sebagaimana fatwa
Hujjatul Islam Imam Al Ghazali RA:
- ”Jika
kemunkaran telah Nampak secara terang-terangan sedangkan orang alim
(mengerti) diam saja, maka dia yang akan dilaknat Allah SWT.” (Sirojut Thalibin, I: 193/ Kuliah Wahidiyah 196).
Dalam
tingkat keluarga, ketika seseorang tidak perduli dengan perjuangan,
maka kemunkaran teresebut suatu saat bisa memasuki rumahnya dan menimpa
anggota keluarganya. Sebagaimana Nampak pada beberapa keluarga
orang-orang shaleh dalam masyarakat kita. Mungkin karena faktor ekonomi
sehingga mereka cukup berpuas diri dengan ibadah individual tanpa
memperdulikan apa yang terjadi dilingkunganya. Sehingga tanpa terasa
anaknya menjadi korban dari tersebarnya kemunkaran dalam masyarakat.
Sedangkan dalam tataran masyarakat, ketika amar ma’ruf nahi munkar
ditinggalkan, sehingga kemaksiatan Nampak tanpa takut dan malu dari
pelakunya, maka Allah akan menimpakan siksa kepada masyarakat secara
merata. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
- ”Tidaklah
sebuah kaum yang didalamnya ada orang yang melakukan kemaksiatan
sedangkan mereka mampu mencegahnya kecuali Allah akan menyiksa mereka
secara keseluruhan sebelum mereka meninggal. (Tanbihul Ghofilin hal. 32).
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda,
- ”Allah SWT memberikan wahyu kepada Jibril AS, ‘Wahai Jibril, balikkan kota ini dan kota ini beserta sekalian penduduknya’! Jibril AS bertanya, ‘Yaa Allah, bukankah di sana ada hamba-Mu fulan yang sekejap pun tidak pernah maksiat kepada-Mu?’ Allah menjawab,
‘Balikkan ia dan mereka (penduduk kota) karena wajahnya tidak pernah
berubah (menjadi marah) sama sekali ketika terjadi maksiat secara
terang-terngan’.” (HR. Al Bayhaqi/Irsyadul Ibaad hal. 72).
Dari
hadits diatas, maka kita bisa memahami mengapa lumpur panas masih
belum berhenti keluar dari porong. Padahal disekitar lokasi lumpur
Lapindo tersebut banyak juga orang-orang yang mengisi hari dengan
membaca Al Qur’an atau melaksanakan shalat sunnah atau berdzikir dan
lain-lain. Kita juga bisa memahami mengapa terjadi Tsunami di Aceh
padahal daerah ini dikenal dengan sebutan serambi Mekkah. Dan disana
juga banyak Madrasah Diniyah (Dayah) serta masjid-masjid tak terhitung
banyaknya. Mungkin saja semua ini karena masyarakat tidak
memperdulikan tersebarnya kemunkaran dilingkunganya.
Ketiga, hendaknya para pejuang Wahidiyah banyak membaca atau mendengarkan kisah-kisah keistiqomahan
(kekonsistenan) para salaf shalih didalam menegakkan kebenaran. Apa
yang mereka alami dalam perjuangan saat ini, baik itu berupa cobaan
materi atau keluarga atau tekanan lingkungan sangatlah ringan
dibandingkan dengan cobaan dan hambatan para pendahulu dakwah.
Di
antara para salaf ada yang disiksa secara fisik, seperti Bilal atau
Ammar bin Yasir. Sebagian yang lain ada yang dirampas hartanya, seperti
Shuhaib bin Sinan. Sebagian ada yang cacat didalam dakwah. Sebagian
yang lain harus menahan kelaparan yang sangat karena blockade ekonomi
yang ketat. Bahkan sebagian yang lain ada yang mati dalam menegakkan
Islam.
Sedangkan
apa yang dialami saat ini sangatlah kecil dibandingkan para pendahulu
dakwah diatas. Walaupun saat ini ada cobaan, toh kita masih bisa
makan. Kita juga tidak mengalami siksaan fisik atau pun boikot sosial
yang mengancam keselamatan nyawa kita. Bahkan sebenarnya perjuangan
saat ini relatife tidak ada hambatan. Ketika ada hambatan fisik, masih
ada polisi yang melindungi masyarakat. Ketika ada cacian, masih ada
pintu dialog atau bahkan perdebatan terbuka. Sehingga sebenarnya tidak
ada alasan bagi kita untuk tidak terlibat aktif dalam perjuangan.
Keempat,
bergaul dengan mereka yang memiliki semangat perjuangan dan mampu
memberikan semangat kepada kita. Sebagaimana kita ketahui, teman
memiliki peranan penting dalam memacu semangat hidup manusia. Ketika
seseorang mempunyai teman yang baik, maka ada kecendrungan kuat bahwa ia
memiliki semangat untuk melakukan kebaikan. Bahkan tidak jarang tanpa
melakukan pertemanan, tanpa pernah melakukan dialog dan tukar fikiran
serta hanya sekedar memandang orang yang baik banyak menusia tertarik
dan bersemangat untuk melaksanakan kebaikan.
Sebaliknya,
ketika seseorang memiliki semangat yang rendah dalam berbuat
kebaikan, maka ada kecendurngan yang kuat pula bahwa seseorang
tersebut akan lemah semangat juangnya. Bahkan seseorang yang memiliki
semangat yang kuat akan bisa menjadi penghianat menakala ia berteman
dengan seorang penghianat. Bahkan banyak pula manusia bisa semangatnya
untuk melaksanakan kebaikan menjadi hancur hanya karena melihat
keadaan orang yang tidak memiliki semangat untuk berbuat kebaikan.
Karena itulah, Rasulullah SAW mengingatkan:
- ”Perumpamaan
teman yang shaleh dengan teman yang buruk seperti orang yang membawa
minyak wangi dan peniup ububan pandai besi. Pembawa minyak wangi
adakala memberikan kepada anda wangi-wangian, ada kalanya Anda membeli
minyak wangi darinya dan ada kalanya kalian menemukan bau wangi
padanya. Adapun peniup ububan pandai besi, maka adakalanya baju Anda
terbakar dan adakalanya Anda menemukan darinya bau yang busuk.” (HR. Bukhari).
Pada bagian lain Rasulullah SAW bersabda:
- ”Seseorang itu akan berada diatas agama teman dekatnya. Maka hendaknya kalian melihat kepada siapa ia berteman.” (HR. Bukhari).
Dalam
masyarakat kita apa yang disinggung oleh Rasulullah SAW diatas banyak
terjadi. Anak-anak sekolah yang berasal dari keluarga baik-baik
karena mendapatkan teman yang tidak baik di sekolahnya maka akhirnya
ia menjadi anak yang tidak baik. Sebailiknya, ada anak yang berasal
dari keluarga kriminal kemudian masuk pesantren. Akhirnya karena
faktor pertemanan ini pula anak tersebut menjadi anak yang baik.
Bahkan
pertemanan dan kunjungan kepada orang yang sudah meninggal memiliki
dampak kepada mereka yang melakukanya. Dalam konteks ini pulalah,
menziarahi kuburan orang-orang shaleh menjadi penting dalam membangun
semangat perjuangan. Seseorang yang berziarah ke kuburan pejuang bukan
hanya sekedar untuk mendoakan. Namun dapat juga terjadi transfer
semangat dari mereka yang meninggal kepada penziarahnya. Walaupun hal
ini tidak selalu demikian keadaanya, namun pada umumnya hal ini berlaku
pada kebanyakan manusia.
Cara Kelima,
dalam menjaga dan membangkitkan semangat perjuangan adalah dengan
usaha batiniyah. Usaha ini bisa dilakukan dengan memperbanyak doa
kepada Allah SWT. Di dalam Wahidiyah, usaha ini dikenal dengan istilah
Mujahadah. Hal ini karena memang segala gerak dan keadaan manusia,
baik lahir maupun batin merupakan akibat dari perbuatan dan kekuasaan
Allah SWT. Dalam Aqidah Ahlus Sunnah Wal jama’ah, seseorang bisa
berbuat baik karena Allah SWT mencintainya. Sehingga dengan cinta
tersebut ia gerakkan untuk berbuat kebaikan. Demikian pula ketika
seseorang berbuat kejahatan, maka pada dasarnya Allah sedang
menjauhkan orang tersebut dari cinta-Nya.
Dari
cara berfikir inilah, maka kemudian tumbuh rasa butuh akan bimbingan
dan pertolongan Allah SWT dalam menjaga iman dan semangat perjuangan
kita. Rasulullah SAW mengajarkan dan memberi contoh hal ini kepada
kita. Salah satu doa yang beliau baca setelah shalat adalah sebagai
berikut.
- ”Yaa Allah, tolonglah kami untuk mengingat-Mu… untuk mensyukuri-Mu dan untuk beribadah dengan baik kepada-Mu.”
Pada bagian lain, beliau juga mengajarkan doa agar selalu diberi semangat dengan doa sebagai berikut.
- ”Yaa
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesedihan dan kesusahan dari
keadaan lemah dan malas dari kepengecutan dan kekikiran dari tindihan
hutang dan dominasi para penindas.”
Dalam
Wahidiyah, Hadratul Mukarrom Mbah KH. Abdul Madjid Ma’ruf QS wa RA
Mualif Shalawat Wahidiyah memberikan Aurad Mujahadah Peningkatan. Semua
ini merupakan bentuk-bentuk upaya peningkatan semangat perjuangan
dalam bentuk doa sebagaimana Rasulullah SAW juga memohon kepada Allah
SWT peningkatan semangat berjuang dengan berdoa.
Akhirnya,
sesungguhnya perjuangan Wahidiyah membutuhkan semangat yang terus
menyala-nyala dan ikhlas tanpa pamrih. Karena perjuangan ini bukan
sebuah perjuangan kecil dan bukan memiliki rentang waktu pendek. Tapi
perjuangan raksasa dan dengan rentang waktu panjang hingga hari akhir
nanti. Semoga Allah SWT memilih kita untuk terlibat didalamnya sehingga
kita tidak menyesal di akhirat nanti. Amien..
0 komentar:
Posting Komentar